Senin, 21 November 2011

Kelas Merajut

Hari Sabtu lalu (19 November 2010) akhirnya saya bisa juga mengikuti kelas Ayo Merajut yang digagas oleh Eka dan kawan-kawan. Sebelumnya, kelas merajut ini sudah diadakan 2 kali beberapa waktu lampau, yakni kelas pertama di Kampung Buku (saya hadir tapi tidak ikut belajar) dan yang kedua di taman Macan. Setelah berhasil mengumpulkan semangat dan dari sekedar niat merajut (masih sebatas niat terus) mendapat sedikit kemajuan dengan memesan benang rajutan, saya jadi juga mengikuti kelas ketiga yang diadakan di tepi danau UNHAS (gedung Iptek). Bersama-sama Piyo dan Bobel (tentunya!), Happy, dan Barack, kami berangkat dari Kampung Buku (rumah Piyo) menuju gedung Iptek. Disana sudah ada Eka, Nani, Sheny (saya memanggilnya ibu guru, yang mengajar kami merajut), Madi, dan beberapa kawan lainnya.

Salah satu alasan yang membuat saya bersemangat untuk menyisihkan waktu belajar merajut ini karena ingin seperti ibu saya yang pintar merajut dan sudah menghasilkan banyak rajutan dan renda (crochet) yang kami pakai dan juga menghiasi rumah kami. Alasan lain yang memperkuat adalah tag-tag foto dari Piyo yang telah berhasil membuat dua produk rajutan buat Bobel anaknya. Pikirku, jika Piyo, yang juga seorang ibu rumah tangga, yang pasti sangat sibuk dengan urusan rumah dan Ininnawa bisa meluangkan waktunya untuk merajut pasti saya juga bisa mencuri-curi waktu saat Arung anakku tertidur. Selain itu, saya ingin memberikan kado kepada kawan dan keluarga berupa hasil karya tanganku sendiri. Pasti menyenangkan sekali.

Dan ternyata, merajut itu tidak susah rupanya. Meskipun saya baru belajar bagaimana melakukan Slip Knot dan Cast On yang dilanjutkan dengan Knit Stitch sebagai langkah awal dalam merajut (biasa disebut juga dengan tusuk bawah) tapi tidak butuh waktu lama untuk menguasainya. Ini yang terus berulang-ulang dicoba agar terbiasa dan tidak kaku. Sheny dengan sabar mengajari kami satu persatu dibantu Eka yang juga sibuk mendokumentasikan kegiatan ini. Teman-teman yang lain ada yang sudah berhasil membuat dompet dan syal serta bandana, seperti halnya Piyo yang berhasil membuat tempat hape dan tas kecil untuk Bobel. Madi, salah satu dari tiga lelaki yang ikut dikelas ini tampak serius dengan Yubiyami-nya, yakni seni merajut dengan menggunakan jemari tangan. Kami mencandainya dengan mengatakan sebagai kasta terendah dari seni merajut sebab paling mudah dilakukan. Madi yang kami godai rupanya benar-benar fasih dengan jemarinya karena hanya dalam waktu singkat berhasil membuat Yubiyami yang panjang dan cantik. Barack juga tampak serius dengan project rajutan gelangnya yang entah dia peruntukkan buat siapa. Happy tampak kesulitan dengan benang dan sumpitnya (bambu cina sebagai pengganti jarum rajutan). Berkali-kali dia mesti mengulangnya. Akhirnya Happy menyerah dan mulai membuat Yubiyami. Piyo juga mulai asik dengan tusuk bawahnya (Purl) sembari sesekali kepalanya melongok kiri kanan mengawasi Bobel yang lincah bergerak kesana-kemari.

(suasana Kelas Merajut yang santai dan penuh canda)

Tak lama kemudian Aan Mansyur datang dengan membawa sekardus Amplang dari Balikpapan rumah ibunya. Sebelumnya juga sudah ada sekantung nangka matang yang lezat. Kelas merajut ini jadi lebih hidup dengan canda dan tawa sambil mengemil amplang dan nangka. Arung juga tak mau kalah dengan mamaknya. Sumpit dan benang tak lolos dihamburkannya dan dijadikan permainan. Semua ikut menikmati kelas merajut ini.

Tak terasa senja mulai tiba. Kami lalu bersiap-siap untuk pulang dan melanjutkan proyek rajutan kami di rumah masing-masing. Saya sendiri berencana membuat syal buat dipakai bapak jika beliau mengunjungi kakak di Belanda. Semoga proyek pertamaku ini berhasil !

(hasil rajutanku dihari pertama)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar